Contoh Case Study Kelas VI


DAYA DUKUNG BELAJAR
Oleh :  Suwaris, S.Pd.SD
(Guru SDN II Plosorejo Kecamatan Kismantoro)

   Saat saya memasuki ruang kelas enam terlihat anak-anak dengan wajah tampak bermacam-macam penuh pertanyaan bagi diri saya. Ada anak yang wajahnya penuh semangat, ada anak yang murung dalam arti takut, ada anak yang saat itu memperlihatkan kegembiraan yang lebih, bahkan ada juga yang sama sekali tak ada arah dan tujuan atau hampa dengan tatapan mata kosong.
   Mata pelajaran saat itu sesuai pada jadwal adalah Matematika. Sebelumnya seperti biasanya saya memulai mengajar dengan mengajukan beberapa buah pertanyaan sebagai apersepsi. Lalu saya mengajukan soal perkalian dan pembagian (mencongak) kepada beberapa anak secara bergantian. Tampaknya sebagian besar anak-anak belum memahami perkalian dan pembagian bilangan sampai dengan 100. Karena sebagian besar jawaban anak tidak benar. Kalaupun jawabannya benar, membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir. Hal tersebut sangat menjadikan kendala bagi anak utamanya kelas enam. Karena mau tidak mau akan menghambat pengajaran Matematika untuk pelaksanaan KBM dikemudian hari. Kesulitan yang dirasakan anak-anak tersebut dalam hal kemampuan berhitung khususnya perkalian dan pembagian seharusnya sudah teratasi sejak anak-anak duduk di kelas sebelumnya. Saya belum menemukan faktor penyebabnya, kenapa anak-anak sampai di kelas enam belum begitu faham bahkan hafal perkalian dan pembagian bilangan sampai dengan 100. Padahal seharusnya sejak kelas tiga permasalahan tersebut sudah teratasi. Dengan demikian saya mau tidak mau juga harus mempertegas pada anak-anak untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Kasus serupa sering saya temui, apabila mengajar di kelas enam yang menjadi beban anak-anak saat memasuki tahun pelajaran baru adalah kesulitan dalam melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dengan seratus. Di sisi lain, Saya  tidak akan menyampaikan materi pelajaran kelas enam yang tentunya lebih komplek dan sulit, sebelum anak-anak memahami dan menguasai ketrampilan berhitung. Dengan demikian mau tidak mau saya harus berupaya untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan berbagai cara dan strategi.
Di rumah anak-anak kelihatannya tidak ada dukungan dan kepedulian dari orang tua akan adanya permasalahan tersebut. Suatu saat saya mengajukan pertanyaan pada anak-anak, “Apakah memang anak-anak belum pernah diajarkan perkalian?”. Secara serentak anak-anak menjawab bahwa materi itu sudah diajarkan di kelas sebelumnya. Pertanyaan saya selanjutnya, “Apakah anak-anak belum memahami bahkan hafal perkalian dan pembagian sampai dengan seratus?”. Lalu jawaban anak-anak bervariasi, ada yang sudah paham, ada yang belum, dan ada yang menjawab dengan ragu-ragu sehingga jawabannya tidak begitu jelas di telinga saya. Bahkan ada anak yang terdiam, sama sekali tidak mau menjawab. Kesimpulannya anak-anak sebagian besar belum paham bahkan belum hafal perkalian dan pembagian bilangan sampai dengan seratus.
Akhirnya saya memutuskan untuk membimbing anak-anak untuk menguasai kemampuan berhitung yakni perkalian dan pembagian sampai dengan seratus terlebih dahulu sebelum menyampaikan materi pelajaran matematika kelas enam. Hal ini agar kegiatan pembelajaran khususnya pelajaran Matematika dapat berjalan dengan lancar dan optimal. Walaupun materi tersebut tidak ada kaitannya dengan materi kelas enam tetapi apabila anak-anak belum menguasai kemampuan berhitung khususnya perkalian dan pembagian sampai dengan seratus tentunya akan menghambat kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


close
cbox




[ code ]