Seputar Pembelajaran...


KUTIPAN ON LINE .... 

Dari aktifitas on line pada hari Senin, 20 Desember 2010 yang lalu. Ketika membuka situs http://www.garduguru.blogspot.com. Salah satu artikel menarik di situs tersebut berupa serial Guru di Mata Mbok Sitiyang diposkan oleh pengelola blog tersebut, yakni Dr. Suyatno, M.Pd. Beliau merupakan salah satu dosen di jurusan bahasa Indonesia FBS Unesa Surabaya, yang disertasinya tentang sastra anak karya anak. Dari sejumlah 91 cerita dalam serial tersebut (saat itu),  4 diantaranya saya copy paste dan dijadikan bahan kutipan on line pada penerbitan buletin kali ini. Semoga bermanfaat dan terima kasih.

GURU DI MATA MBOK SITI (01)

Aku terheran-heran melihat sangkar burung kepodang di dahan rimbun pohon melinjo belakang rumah Mbok Siti. Burung kepodang kuning itu terasa nyaman menentukan sarang di dahan itu sehingga menetaskan empat calon burung merdu itu karena memang lokasinya aman dan tenteram tanpa gangguan. Tampak keempat kepodang cilik mendongak sambil melebarkan paruhnya untuk menerima makanan nikmat dari sang induk. Terlihat begitu cepat, sang induk membawa bulir buah pisang kemudian melolohkannya ke anak-anaknya. Suara begitu riuh tanda mereka bahagia.
"Kok asyik sekali, anakku", sapa Mbok Siti sambil berada di sebelahku dan ikut menonton tanpa kedip. "Induk kepodang itu begitu telaten dan sabar membagi makanan secara rata ke semua anaknya", jawabku. "Itulah modal kuat induk kepodang untuk membesarkan dan mengantarkan anak kepodang untuk bisa terbang mencari makan sendiri", sahut Mbok Siti yang tangannya masih tampak lincah saat menunjuk sangkar burung.
Jika guru mempunyai ketelatenan, ketelitian, dan kesabaran dalam menumbuhkembangkan siswanya, niscaya siswa akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Sabar bukan berarti lambat. Lihatlah induk burung itu yang membagi rata makanan ke semua anaknya. Kesempatan siswa sama antara satu dengan yang lainnya. Dengan begitu, layanan juga harus sama.

 
GURU DI MATA MBOK SITI (02)

Kupegangi rinjing (keranjang dari bambu yang dianyam rapat setinggi 50 cm yang biasanya untuk belanja atau wadah sesuatu) dengan seksama. Maklum, selama ini tidak pernah menjumpai benda seperti itu. Yang aku tahu rangsel, keranjang pelastik, dan wadah plastik lainnya. Ternyata, setelah aku tanya ke Mbok Siti, sangat banyak hasil kebudayaan pendahulu kita yang nyaris punah karena ditinggalkan generasinya, termasuk saya yang hampir meninggalkan hasil kriya tesebut. Ada cikrak, bubu, tompo, dan yang lainnya. "Benda-benda itu berasal dari bambu yang ada di sekitar rumah ini. Tumbuhan itu dekat dengan kita sehingga warga memanfaatkan untuk keberlangsungan hidupnya", jawab Mbok Siti sambil menunjukkan semua benda yang terbuat dari bambu. Aku manggut-manggut kagum.
"Awal mulanya adalah bambu, belum terlihat apa-apa, dan belum disebut apa-apa karena belum berubah bentuk sehingga memunculkan fungsi", kata Mbok Siti dengan tenang. Bambu berubah karena ada tujuan untuk mengubahnya. Perubahan itu tentu melalui proses berdasarkan fungsi apa yang akan dikehendaki. Semua siswa sama dan belum terlihat apa-apa. tetapi, jika siswa disentuh dengan tujuan mulia, siswa itu akan menjadi mulia. Jika disentuh dengan kebiadaban, siswa itu akan lebih biadab. Olahlah siswa dengan tujuan kemanusiawian agar benar-benar menjadi manusia beradab sehingga mempunyai nilai lebih menjadi seorang manusia. Begitulah bambu, jika diolah juga akan memberikan nilai lebih dan nilai tambah.

 
GURU DI MATA MBOK SITI (03)

Setelah air bergelombang keras dalam panci di atas tungku batu bata itu, Mbok Siti bergegas mengambilnya dengan gayung batok kelapa untuk dimasukkan ke gelas yang di dalamnya sudah terdapat bulir teh dan gula. Aku bergegas mengambil alih tugas itu dengan memasukkan ke gelas. Mbok Siti hanya tersenyum.
"Ini teh manis yang ternikmat, Mbok", pujiku. Lalu, aku mencoba untuk mendinginkan teh manis itu ke atas piring karena memang benar-benar panas. Kuseruput pelan-pelan dengan mulutku yang sudah tidak tahan untuk menikmati teh manis itu. Terasa segar air teh manis sedikit panas terasa di perut ini.
"Kalau masih ingin, buat lagi ya anakku", kata Mbok Siti meminta agar aku membuat lagi. Aku tersipu. Namun, aku membuat lagi karena dorongan ingin menikmati teh manis kembali. "Rasa teh ini sempurna", gumamku.
 "Teh manis itu memang nikmat jika di minum saat mendung begini, anakku", kata Mbok Siti. Kenikmatan seperti itulah yang juga harus diciptakan guru ketika meramu bahan ajar, media, tempat, dan kegembiraan murid-murid. Murid pasti akan ketagihan akan kenikmatan belajar yang diciptakan oleh guru. Kepandaian guru meramu sajian mengajar menjadi sebuah kekuatan yang mampu menanamkan kesan di ingatan murid. Sampai kapan pun, murid akan membawa kesan itu dan kesan yang dibawa ditambatkan dalam perilaku murid dalam kehidupan kelak.

GURU DI MATA MBOK SITI (03)

Pagi ini, aku bimbang. "Apakah aku mengajar ke kelas atau istirahat di rumah?" wujud kebimbanganku. Perkaranya, badan ini agak lemas meski tidak panas. Ada kemalasan dalam diriku untuk melakukan sesuatu. Rasanya, aku malas mengajar untuk kali ini. Aku tidur sampai siang sehingga pilihan mengajar menjadi nomor dua. Tapi, sehabis tiduran, aku dimaki-maki oleh batinku sendiri. Aku tambah menggunungkan kebingungan. Cepat-cepat, aku menjulurkan kaki ke rumah Mbok Siti untuk menguatkan hati gundah ini.
"Mbok, hari ini aku gundah dan berdosa karena meninggalkan siswaku yang sudah menunggu demi diri sendiri", kataku pelan kepada Mbok Siti yang menampakkan senyum kekuatan.
"Anakku, kebimbangan antara dua pilihan itu wajar. Namun, berpeluklah pada pilihan  yang lebih besar", kata Mbok Siti pelan. Tanggung jawab kecil biasanya lebih tampak daripada tanggungjawab besar. Mengajarlah demi pembelajaran, tanpa mempertimbangkan suka-duka, untung-rugi, dan kalah-menang. Lakukanlah sebaik-baiknya apa yang mesti kamu lakukan, tanpa mengharapkan hasil atau pahala, agar engkau terbebas dari ikatan dengan pekerjaan. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya adalah orang pelit. Guru yang terbaik selalu menguatkan keikhlasan dengan rasa mendalam. Siswa segalanya bagi nurani guru. Dahulukanlah juluran tugasmu kepada yang membutuhkanmu demi masa depannya. Masukkan rasa dirimu ke ceruk tulang yang terdalam dan terumit dalam dirimu sehingga dapat menjangkau yang tidak pernah kamu jangkau dalam dirimu. Rasakanlah dengan rasa yang kuat. Itulah kesejatian dirimu sebagai seorang guru.
"Janganlah meratapi kebimbanganmu yang telah kamu lakukan namun ubahlah sari kebimbangan dalam dirimu untuk perbuatan ke depan, anakku" lanjut Mbok Siti dengan mantap.

GURU DI MATA MBOK SITI (04)
Baru kali ini, aku tahu anak ayam keluar dari cangkang telur untuk menetas dan menghirup udara segar. Mbok Siti bergegas mengumpulkan anak-anak ayam sambil menempatkan induknya di dekat anak-anak itu. Sementara, wadah lama tempat mengerami telur segera dijemur karena penuh dengan kutu ayam yang konon gatal rasanya.
Dengan cepat anak-anak ayam itu berdiri dan berjalan mengikuti induknya. "Mbok, mengapa anak ayam itu dapat dengan cepat berdiri dan mematuk makanan yang ditunjukkan induknya?", tanyaku pelan.
"Anak ayam dapat cepat berdiri karena mempunyai kemauan tinggi untuk segera menghidupi dirinya", ujar Mbok Siti. Andai anak ayam itu duduk saja tentu tidak akan lama hidup di dunia ini.
"Guru yang baik tentunya juga harus segera mempunyai kemauan tinggi", kata Mbok Siti. Dengan begitu, guru tersebut akan segera dapat membangun dirinya. Guru tidak boleh bermalas-malasan hanya dengan berpangku tangan menekuk kaki di belakang meja.
"Dia harus punya keinginan yang kuat", tambah Mbok Siti yang sangat sederhana itu. Jadi, guru bagus tidak ditentukan oleh lokasi sekolah di kota atau desa. Meski di desa, asalkan dia mempunyai kemauan tinggi, mau belajar, dan terus mengisi gelas pengalamannya, dia akan menjadi guru hebat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar


close
cbox




[ code ]