Contoh Case Study Kelas VI

Mengapa Hanya “itu-itu saja”
yang Berperan Aktif dalam Pembelajaran ?

Oleh : Etik Mustika Sari, S.Pd.
(Guru SDN I Sambirejo, Kecamatan Slogohimo)

Itu-itu saja  dalam konteks judul di atas adalah beberapa siswa di sekolah saya tempat mengajar. Saya merupakan salah seorang guru kelas VI  di SD Negeri I Sambirejo kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri. Hari-hari menjalankan tugas sebagai guru SD kelas VI banyak kutemui permasalahan yang mengganjal dalam benak saya. Berikut ini saya ungkapkan salah satu kegundahan saya setelah melakukan proses pembelajaran.
   Sebelumnya akan saya diskripsikan kondisi kelas VI SD Negeri I Sambirejo kecamatan Slogohimo.  Kelas VI terdiri atas 33 peserta didik, yaitu 19 siswa putri dan 14 siswa putra.  Dinding-dinding ruang kelas terpasang beberapa gambar pemandangan  dan gambar pahlawan. Di depan kelas terdapat sebuah white board sebagai sarana pembelajaran.
Hari itu, Selasa tanggal 19 Oktober 2010, pukul 09.00 WIB, saya melaksanakan pembelajaran di ruang kelas VI.  Pada jam pelajaran tersebut jadwalnya adalah mata pelajaran IPA dengan materi pokok sifat Benda dan kegunaannya. Dua hari sebelum pembelajaran berlangsung, saya menyiapkan RPP dengan memilih media pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran yang saya pilih adalah demonstrasi. Alasan saya menggunakan metode demonstasi itu adalah untuk memperjelas atau untuk memvisualisasikan sifat benda dan kegunaanya. Sedangkan media yang saya pilih yaitu beberapa contoh benda logam dan benda kayu lainnya.
   Kegiatan pada awal pembelajaran, seperti biasa saya ucapkan salam pada siswa, lalu mengkondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran. Saya menyampaikan informasi awal kegiatan pembelajaran.  “Anak-anak, pada hari ini kita akan melanjutkan pelajaran IPA tentang sifat benda dan kegunaannya,  Apakah anak-anak sudah belajar tadi malam? Sebagian anak-anak menjawab, “Sudah Bu!”. Namun setelah saya amati masih  banyak siswa yang senyum-senyum saja, bahkan sebagian dari mereka hanya diam sambil menunduk.  Saya mengajukan pertanyaan awal pada siswa secara klasikal,  “Anak-anak, Coba sebutkan contoh-contoh logam!”. Beberapa anak menjawab bersaut-sautan, “Besi, Bu...?”, “Timah, Bu...”, “Emas, Bu...”.   “Bagus, kalian bisa menjawab dengan benar”, Kataku untuk memberikan pujian.  Saya mengajukan pertanyaan berikutnya, “apakah sifat-sifat dari logam itu ?”.  Anak-anak menjawab, “sangat keras, Bu...”,   “Kuat, Bu...” “ Ya, benar jawaban kalian”, kataku sambil kuperhatikan ke seluruh kelas, ternyata yang menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa yang ‘itu-itu saja’. Sedangkan siswa yang tidak menjawab ya siswa itu-itu lagi.  Saya coba membangkitkan keterlibatan siswa yang pasif, dengan kukatakan, “Coba anak-anak yang dari tadi hanya diam dan belum pernah menjawab, Kalian kenapa?. Bu Guru lebih senang bila kalian mencoba menjawab, jangan takut salah, itu lebih baik daripada diam saja.”  “Sekarang, siapa yang bisa menjelaskan bagaimana sifat –sifat dari benda logam?”.  Suasana kelas menjadi hening, tak satupun siswa yang berani menjawab. Saya bertanya-tanya dalam hati, “Apakah mereka takut, atau belum tahu materi ini ?”. Kemudian saya meminta siswa untuk membaca materi pembelajaran pada buku sumber.  Sambil berkeliling kelas saya amati perilaku siswa. Sebagian siswa membaca materi pelajaran dengan tekun, sebagian lagi hanya pura-pura membaca, bahkan ada yang bersendau gurau dengan teman terdekatnya. Ternyata yang aktif membaca materi pelajaran ya hanya siswa yang ‘itu-itu saja’.
   Keadaan ini membuat hatiku merasa bimbang, sedih dan kecewa. Apakah proses pembelajaran yang saya lakukan ini kurang menarik bagi siswa. Namun perasaan ini saya pendam dulu, pelajaran saya lanjutkan sesuai RPP yang telah disusun. Selanjutnya saya ingin mendemonstrasikan sifat-sifat dari benda logam dan benda kayu agar lebih memudahkan pemahaman siswa. Beberapa siswa saya tugasi untuk mendemonstrasikan untuk menunjukkan beberapa contoh logam dan kayu pada teman-temannya.  Setelah demonstrasi selesai saya berharap semua siswa dapat mendiskripsikan sifat-sifat benda logam dan kayu.
   Selama demonstrasi berlangsung saya amati semua siswa, ternyata ada beberapa yang secara serius mengikuti demonstrasi itu, namun masih banyak lagi yang kurang peduli terhadap jalannya demonstrasi itu. Ternyata yang aktif ya hanya ‘itu-itu saja’. Setelah anak-anak menulis sifat-sifat benda logam dan kayu, Saya memberikan tugas, “Anak-anak, sekarang kalian tulis apa saja yang termasuk dari logam dan kayu sesuai dengan demonstrasi yang telah dilakukan oleh teman-temanmu tadi!”.   Ketika anak-anak mengerjakan tugas, saya keliling mengamati perilaku siswa. Beberapa anak mengerjakan tugas dengan tekun dan cepat selesai, beberapa siswa yang lain lama sekali menyelesaikannya, bahkan ada siswa yang tidak selesai mengerjakan tugas.
   Kegiatan berikutnya, saya meminta siswa untuk mempresentasikan/membaca hasil pekerjaannya di depan kelas. Ternyata tidak semua siswa mau dan berani mempresentasikan hasil kerjanya. Ya  hanya ‘itu-itu saja’ yang aktif dalam pembelajaran. Keinginan saya yang tertuang dalam RPP adalah semua anak terlibat aktif dalam proses pembelajaran ternyata tidak tercapai dengan kondisi siswa yang ada.
   Meskipun saya merasa tujuan pembelajaran atau target pembelajaran sesuai KKM tercapai walaupun tidak maksimal, namun masih ada beban dan ganjalan di benak saya ketika pembelajaran berakhir. Beban tersebut membuat hati saya prihatin, sedih, dan kecewa terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.  Berbagai pertanyaan yang membebani pikiran saya antara lain adalah (1) Bagaimanakah seharusnya saya mengajar?; (2) Apakah semua anak menikmati pembelajaran ini?; (3) Apakah proses pembelajaran yang telah saya lakukan kurang menarik?; (4) Mengapa hanya anak ‘itu-itu saja’ yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran?. (5) Bagaimanakah caranya agar semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran ?.
   Di samping ganjalan-ganjalan di atas, masih ada secercah harapan yang membuat saya optimis untuk melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya, yaitu anak-anak pada umumnya selalu rajin masuk ke sekolah. Selain itu yang membuat saya berbesar hati adalah masih ada beberapa siswa yang aktif dalam pembelajaran dan memiliki prestasi belajar yang baik. Sehingga siswa tersebut dimungkinkan dapat membantu temannya yang pasif ketika kerja kelompok/diskusi kelompok. Saya berharap kondisi ini masih dapat dioptimalkan dengan memacu keterlibatan siswa yang lain agar lebih aktif dalam konteks proses pembelajaran di waktu-waktu mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


close
cbox




[ code ]